Keajaiban Itu Bisa Datang Dari Mana Saja - Yusuf Mansur

Loading...

Apa halangannya bagi seorang ayah dan anak tidak bisa berangkat menuju pasar? Menuju mall? Untuk beli sepatu bola?

Jawabannya yakni manakala duit yang menjadi halangan. Kadang begitu duit dah ada, kendaraan jadi halangan. Tuhan-Tuhan yang lain sejatinya mempersulit. Bukan mempermudah. Hanya Allah yang mempermudah. Ga ada yang lain.

Kendaraan udah ada, hujan kemudian yang menjadi penghalang. Ada-ada aja dah.

Bila Allah tidak menghendaki anak ini main bola, menjadi tim inti klub bola sekolahnya, maka keadaan mendukung pun, ingat, tidak akan bisa juga maen bola. Kaki terkilir lah. program ditiadakan lah, dan lain sebagainya.

Lah kok bisa ditiadakan?

Buat Allah apa sih yang sulit?

Kematian tersiar dengan cepat. Salah satu supporter sekolah seberang, meninggal sebab tawuran. Maka keputusan datang bukan dari sekolah. Tapi dari ayahnya sendiri!

Ayah yang sudah membelikannya sepatu bola, dia pula yang menggagalkan, he he he. Semua ini bisa
saja terjadi.

Emangnya semua harus terlaksana kah bila semua keadaan sudah siap? Ga mesti. Emangnya kehidupan ini siapa yang punya? Kita? Bukan. Allah.

Tapi jika Allah udah mendukung? Wuah, ada juga jalannya. Salah satu pemain pindah sekolah, he he he, sedang dia karibnya anak ini.

Diserahkannya kaos, kartu lapangan, celana, dan sepatu! Lengkap dengan kaos kakinya. Sepasang. Bukan sebelah, he he he.

Dan sekali lagi, sebagai ikhtiar, ya jalan aja ke pasar. Ke mall. Ngapain ga berangkat?

Hanya orang-orang yang Tuhannya bukan Allah yang ga jadi berangkat sebab ga punya duit. Duit akhirnya menjadi halangan kan? Jangan ampe.

Baca Juga: menyombongkan Diri Dengan Aksi Telan Paku 15 Cm, Apa yang Terjadi pada Pria Ini?


Anak minta kemaren, kemaren juga langsung lapor sama Allah. Berhari-hari lapor sama Allah. Dan berharihari doa ke Allah. Sabtu malam, atau sabtu sore, jalan lah ke pasar. Jalanlah ke mall.

Tapi kan ga ada duit?

Nah itu.

Selalu begitu lagi.

Latih makanya. Latih.

Jangan sampe ga melatih diri untuk hanya mengandalkan Allah.

Masa yang bawa duit bisa pulang bawa belanjaan. Tapi yang pergi membawa Allah, sedang Allah Yang Punya Semua Duit, Allah juga Yang Punya Semua Pasar, Semua Mall, lalu pulang ga bawa apa-apa? Ga mungkin.

Ayah dan anak ini, jalan ke pasar. Jalan ke mall. Alhamdulillah, pulang ga bawa apa-apa.

He he he, maunya pulang bawa sepatu ya? Engga harus begitu lah.

Yah namanya juga lihat-lihat. Ya dapatnya lihat-lihat, he he he.

Tapi benarkah ga dapat apa-apa? Engga banget-banget. Dapat banyak.

Ayah anak ini dapat pahala. Dapat kebaikan. Jalannya udah bismillaah dan doa. Sampe di sana, ala nya ala Yusuf Mansur, he he he.

Bukan hanya melihat, tapi sambil baca shalawat. Leliatannya menjadi doa. Bukan menjadi leliatan biasa. Yang lain pengen, pengen doangan. Ga jadi doa. Ini jadi doa.

Yang lain begitu sampe pasar, sampe mall, yang dilihat adalah kantong, yang “punya” toko. Ini yang dilihat adalah Allah. Sebagai pemilik tunggal.

Seakan-akan datang untuk milih, bilang, dan ngambil langsung, he he he. Kan punya Allah? Bilang udah, dateng udah, ya tinggal ambil, ha ha ha. Insya Allah dah ditangkep satpam, he he he.

Gini ya. Yang ditangkep satpam itu yang ga bilang sama Allah. Yang bilang sama Allah, ga bakalan dipermalukan.

Tapi baiklah, saya sedang tidak merangkai cerita. Ini ilmu. Ini hikmah. Ini pengajaran. Saya ga akan memaksakan harus happy-ending.

Sebagai anak, diajarkan rasa syukur.

Yang lain, ga jadi doa. Ia jadi doa.

Yang lain, ga diizinkan ke pasar, ke mall, dengan satu dan lain sebab, ini dia sempat ke pasar, sempat ke mall.

Di pasar, di mall, sempat menyeruput es kelapa. Ah, mana bisa diingkari ni’mat buat mereka yang yakin dan percaya akan kebaikan Allah?

Kecuali mereka yang sempit hati dan tidak ada rasa syukurnya. Tentulah ia akan jadi yang paling banyak kecewanya.

Materi ini dibahas lebih dalam di buku saya, Feel. Yang mau mesen, hubungi 0816-140-1166


www.yusufmansur.com

Loading...
close
Loading...