Loading...
Keluarga Yuyun, korban perkosaan 14 orang lelaki di Bengkulu, memilih pindah dari kediaman mereka di Desa Kasie Kasubun, Padang Ulak Tanding (PUT), karena merasa 'tidak nyaman' dengan keluarga pelaku pemerkosaan.
Mata Tasbih - “Selama ini kan Yana (ibu Yuyun) dan keluarga pelaku, berkebun bersama, merumput bersama, kerja upahan bareng. Nah sekarang, keluarga pelaku itu, disenyumin saja tidak mau balas,” ungkap Mardiani, dari Kelompok Harapan Perempuan Sumber Urip yang telah mendampingi keluarga Yuyun sejak perempuan 14 tahun itu diperkosa beramai-ramai dan dibuang ke jurang awal April lalu.
Namun, Mardiani menegaskan sejauh ini 'tidak ada ancaman' dari keluarga pelaku.
Orang tua Yuyun, Yakin dan Yana, serta saudara kembar laki-laki Yuyun, Yayan, telah meninggalkan rumah mereka sejak pertengahan Mei lalu, dan pindah sementara ke rumah dinas Wakil Kepala Sekolah Polisi Negara (SPN) yang masih kosong, di kaki Gunung Kaba, Kecamatan Selupu Rejang, Rejang Lebong, Bengkulu yang terletak 42 km barat daya PUT.
“Ini menjelang rumah baru mereka, yang tanahnya dibelikan oleh Kapolres setempat dan rumahnya dibangun Kapolda, selesai. Itu nggak jauh dari sana (SPN). Tiga bulan lagi katanya (selesai),” tutur Mardiani.
Jual rumah
BBC Indonesia berusaha menghubungi Yana, tetapi ibunda Yuyun tersebut tidak sedang berada di tempat.
Mardiani menceritakan karena tidak lagi nyaman tinggal di rumah mereka, keluarga Yuyun memutuskan menjual lahan dan rumah kayu mereka di PUT.
“Sudah ada yang mau beli, tetapi belum dibayar. Ditawarnya sekitar Rp15 juta rupiah.”
Orangtua Yuyun juga tidak lagi berkebun sejak peristiwa tragis tersebut menimpa putri mereka.
Yana dan Yakin, disebut Mardiani, memutuskan untuk menyerahkan kebun kopi yang mereka miliki di PUT untuk diolah oleh 'tetangga kebun mereka' ... 'nanti dibagi hasil.'
Sementara di tempat tinggal barunya, Yana dan Yakin, diberi lahan seperempat hektar dan diberi bibit daun bawang '13 bedeng' untuk memulai lagi aktivitas bercocok tanam mereka.
Masih histeris
Dua bulan sejak tewasnya Yuyun, luka masih membekas dalam pada keluarga siswi SMP itu.
“Kalau ada koran, biasanya saya langsung simpan, tetapi mereka masih suka nyolong-nyolong baca koran, ingin tahu berita soal Yuyun,” cerita Mardiani yang pernah menampung keluarga Yuyun selama setengah bulan, di rumahnya.
“Apalagi kadang kalau lihat televisi. Saya sudah putar film kartun supaya Yayan bisa nonton, tetapi karena dia pegang remote TV, dia sering ganti ke siaran berita. Kalau ada ibunya dan kebetulan berita Yuyun, ibunya bisa langsung histeris, teriak, menolak tuntutan ringan pada pelaku perkosaan putrinya.”
“Anak saya aja mati, kok anak orang itu nggak mati,” kata Mardiani menirukan ucapan Yana.Jika itu sudah terjadi, Mardiani dan timnya, berusaha menghibur keluarga Yuyun dengan mengajak mereka berkumpul dengan warga di sekitar SPN.
“Diajak keliling-keliling supaya terhibur, sekalian bantu-bantu kalau ada hajatan. Apalagi penerimaan warga di sini bagus. Ketika pindahan, ada sekitar 75 orang yang hadir di sana, sekalian sedekahan.”
Kemarahan masyarakat
Awal April lalu, Yuyun yang masih bersekolah di bangku SMP hilang dari tempat tinggalnya di PUT. Tiga hari berselang, dia ditemukan tanpa nyawa dengan tulang pinggang patah dan luka-luka di tubuhnya.
Kapolres Rejang Lebong, Dirmanto mengungkapkan Yuyun diperkosa oleh 14 orang, lalu mereka “Membunuh korban dengan cara menjatuhkannya ke jurang dalam kondisi kedua tangan terikat setelah memperkosanya," kata Dirmanto seperti dilaporkan harianrakyatbengkulu.com.
Kasus ini baru menyulut perhatian dan kemarahan masyarakat sekitar satu bulan usai kejadian, setelah sejumlah aktivis mengecam minimnya perhatian masyarakat kepada kasus perkosaan dan peristiwa kriminal yang terjadi di luar ibukota.
Pada 10 Mei, sebanyak tujuh dari 12 terdakwa dijatuhi vonis hukuman penjara selama 10 tahun dengan pelatihan kerja selama enam bulan.
Dari 12 terdakwa, tujuh di antaranya adalah anak di bawah umur. Sedangkan dua tersangka lain masih buron.
Terhadap mereka, orang tua korban berharap pengadilan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya.
Presiden Joko Widodo pun pada 25 Mei menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) kekerasan seksual terhadap anak. Hukuman tambahan - antara lain dikebiri dan pidana mati - akan diberikan kepada pelaku tertentu.
Baca Juga:
Tewasnya Yuyun Di Perkosa 13 Orang Ternyata hasil Visumnya Sungguh Memilukan
Namun, Wakil Ketua Komisi Nasional anti kekerasan terhadap perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, mengatakan hukuman mati dan kebiri justru akan mengundang kekerasan baru.[bbc.com]
Loading...