Ini Detik-detik Pengibaran dan Penurunan Bendera China Di Malut, Para Pekerja China Tak Terima

Loading...

Kekhawatiran Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bahwa China atau Republik Rakyat Tiongkok (RRT) salah satu ancaman serius NKRI, bukan isapan jempol belaka. Selain mengancam kedaulatan NKRI di Selatan Natuna, Tiongkok juga makin berani menunjukkan jati dirinya di Indonesia.

Lihatlah insiden yang mengejutkan bangsa Indonesia di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), Jumat (25/11/2016).

Dalam peresmian smelter perusahaan tambang nikel PT Wanatiara Persada, Tiongkok mengibarkan bendera mereka sejajar di samping sang saka merah putih.

Ironisnya, ukuran bendera berwarna merah dengan lima bintang keemasan itu lebih besar ketimbang ukuran bendera Republik Indonesia.

Pengibaran bendera RRT tersebut dilakukan di Dermaga Akelaha, Kawasan Haol Sagu, yang masuk wilayah administratif Desa Kawasi.

Pagi itu sekitar pukul 8.30, bendera RRT hendak dikibarkan oleh empat pekerja berkewarganegaraan asing (WNA), sempat dicegah oleh sejumlah wartawan yang melihat hal tersebut. Alasannya, acara tersebut merupakan acara resmi yang dihadiri pejabat negara seperti Gubernur Malut dan Bupati Halsel.

Adu mulut pun tak terelakkan antara awak media dengan pekerja yang tak bisa berbahasa Indonesia itu.

Meski telah diancam tiang benderanya bakal didorong ke laut, pekerja-pekerja itu justru membalas ancaman tersebut dengan membelalakkan mata pada wartawan. Saat itu, hanya ada keempat pekerja tersebut di lokasi peresmian smelter.

Pekerja domestik belum tiba lantaran hari masih pagi dan lokasi camp pekerja agak jauh dari dermaga tersebut. Keempat WNA itu akhirnya tetap mengibarkan bendera kebangsaan mereka.

Awak media yang marah lantas mengadu pada Bupati Halsel Bahrain Kasuba yang turut diundang untuk meresmikan smelter. Mendengar laporan tersebut, Bahrain yang marah besar langsung memerintahkan bendera tersebut diturunkan.

Saat salah satu wartawan hendak menurunkan bendera, Kapolres Halsel AKBP Z Agus Binarto melarangnya dengan alasan lambang suatu bangsa tak bisa diturunkan begitu saja.

“Turunkan dua-duanya (bendera RRC dan bendera Indonesia, Red), nanti baru naikkan merah-putih lagi,” katanya.

Namun langkah koordinasi yang terkesan lama itu membuat sejumlah anggota TNI yang berada di lokasi kejadian juga menjadi tak sabaran.

Anggota Intelijen Lanal Ternate Sertu Mar Agung Priyantoro pun nekad menurunkan bendera tersebut setelah diperintah Pasintel Lanal Ternate Mayor Laut (P) Harwoko Aji.

Peresmian smelter perusahaan nikel itu akhirnya berjalan dengan suasana tak menyenangkan dengan adanya insiden tersebut.

Meski Gubernur Malut Abdul Ghani Kasuba berusaha mencairkan suasana dengan melontarkan gurauan-gurauan saat memberikan smabutan, undangan yang hadir kadung panas hati.

Bupati Halsel sendiri memilih langsung meninggalkan lokasi setelah acara berakhir tanpa menunggu rombongan Gubernur.

Sesampainya di ibukota Halsel, Labuha, Bahrain langsung membuat surat teguran untuk dilayangkan ke PT Wanatiara Persada.

“Kita sudah buat surat teguran dan surat tersebut akan kita kirimkan ke perusahaan,” katanya saat dikonfirmasi tadi malam.

Tak hanya itu. Setelah peresmian, Dandim 1509 Labuha Letkol (Inf) Joni Widodo sempat meminta awak media tak memuat berita tentang pengibaran bendera tersebut. Ia beralasan, ini menyangkut keutuhan NKRI. Namun para wartawan menolak permintaannya.

Anehnya, tak lama setelah itu, jaringan telekomunikasi dan internet di Halsel mati total hingga pukul 6 sore kemarin (26/11/2016). Padahal jaringan di kabupaten kota lain normal-normal saja

Sementara itu, Perwakilan Wakil Perusahaan PT Wanatiara Persada, Herman, saat diwawancarai di lokasi kejadian menyampaikan pihaknya bertanggungjawab atas kejadian tersebut. “Ini soal miskomunikasi, tapi kami akan bertanggungjawab,” singkatnya.

Sementara Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba saat dikonfirmasi menyatakan keyakinannya bahwa pengibaran bendera RRT tersebut merupakan kekeliruan semata. Ia yakin, pihak perusahaan tak memiliki motif apa-apa di balik pengibaran tersebut.

“Itu hanya insiden yang tidak disengaja. Hanya kekeliruan,” ungkap Gubernur melalui Juru Bicaranya Halid Alkatiri saat dikonfirmasi malam tadi (26/11/2016).

Menurut Ghani, ia lebih memfokuskan perhatiannya pada peresmian smelter perusahaan tambang nikel tersebut. “Dan saya berharap ada peningkatan investasi dengan adanya smelter tersebut,” tandasnya.

Insiden itu sendiri membuat kaget petinggi aparat keamanan baik TNI maupun Polri di Malut. Danrem 152 Babullah Kolonel (Inf) Sachono menegaskan, sebelum terjadinya insiden tersebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan perwakilan pihak perusahaan yang ada di Kota Ternate bahwa tidak ada pengibaran bendera RRT saat peresmian smelter.

Namun hal itu tidak dilakukan dengan baik sehingga terjadi insiden tersebut.

“Awalnya kami sudah ingatkan tidak ada pengibaran bendera ke pihak perusahaan yang ada di Ternate agar menyampaikan ke perusahaan di Obi. Tapi komunikasi cukup kesulitan karena jaringan tidak baik makanya ini yang menjadi celah dan sesampainya waktu peresmian bendera sudah berkibar, dan ini membuat kita kaget,” kata Danrem saat dikonfirmasi, Sabtu (26/11/2016) malam.

Sachono mengaku berdasarkan informasi yang diterima, pengibaran bendera RRT di dua lokasi PT Wanatiara Presada saat peresmian Smelter tersebut telah mendapat izin dari Bupati Halmahera Selatan (Halsel) dan Kapolres Halsel.

“Informasi yang kami dapatkan seperti itu, mengapa bisa berkibar ternyata Bupati dan Kapolres yang beri izin,” akunya.

Dengan insiden tersebut, orang nomor satu di Korem 152 Babullah itu menyatakan bakal berkoordinasi dengan Polda dan Forkopimda untuk mengantisipasi kedepannya.

Selain itu, Sachoni menyatakan dirinya diperintahkan Kapolda untuk menegur serta memberi peringatan langsung kepada Gubernur Malut tentang adanya peristiwa itu.

Pasalnya, informasi yang beredar ada semacam izin juga yang dikeluarkan Gubernur untuk mengibarkan bendera RRT.

“Kami akan berkoordinasi untuk menindaklanjuti hal ini ke depan, mengingat investor dari Tiongkok di Malut tidak hanya di Obi. Mungkin pemahaman tentang UU yang berlaku itu berbeda namun kami TNI Polri bersepakat bahwa perlu ada tindalanjut terkait masalah ini,” ujarnya.

Sachono mengugkapkan kini upaya yang dilakukan TNI dalam mengantisipasi masuknya tenaga kerja asing di Malut.

“Bersama pihak terkait, kami akan medata tenaga kerja asing yang illegal. Hal itu kami lakukan tentunya dengan mempedomani aturan yang berlaku,” tukas Sachono.

Perwira tiga bunga di Korem 152 Babullah itu menegaskan akan mendorong Polda Malut untuk mengambil langkah yang tepat dalam penyelesaian kasus tersebut.

“Mengingat hubungan kedua negara perlu adanya koordinasi yang ketat dan mempedomani UU yang berlaku sepeti UU nomor 41 tahun 1958 tentang penggunaan bendera asing di Indonesia,” ujarnya. [Suaranetizen]

Loading...
close
Loading...