Loading...
Setiap wanita di bumi pasti pernah merasakan cinta. Cinta memiliki berbagai macam bentuk, salah satunya cinta terhadap lawan jenis yaitu sang pria. Tentu saja kita sebagai wanita tidak melulu merasakan keindahan dalam menjalin cinta, salah memilih cinta akan menciptakan luka yang membuat banyak kepedihan.
Namun apalah daya bila cinta telah mengetuk pintu hati kita. Ketika perasaan mulai tumbuh akan sangat sulit untuk kita hindari, bahkan walau hanya sebesar kecambah tauge.
Memilih jatuh hati kepada seorang pria bukanlah hal mudah. Tentunya kita sebagai wanita akan memilih banyak pertimbangan untuk dijadikan sebagai alasan bahwa kita telah memilih pria terbaik. Waktu adalah salah satu pengukur terbaik kita menilai seorang pria, semakin lama akan semakin jelas terlihat siapa dia.
Namun sekali lagi, hati tidak pernah benar-benar dapat diprediksi. Perasaan menggebu-gebu dalam dada berontak keluar mempercepat proses pengenalan. Membuat otak berpikir cepat untuk menjalin sebuah hubungan, membuat kita salah memilih cinta.
Kata-kata “manis di awal” bukanlah hanya isapan jempol belaka. Hubungan yang tergesa-gesa biasanya terkesan manis hingga membuat diabetes kita, para kaum wanita. Membuat kita jatuh bertekuk lutut di hadapan pria hingga lupa bahwa yang berlebih adalah hal tidak baik. Seakan buta akan fakta karena tidak bisa sama sekali melihat sisi gelap pria tersebut.
Menyayangi kekasih kita adalah suatu keharusan yang lazim. Tapi apakah terlalu sayang hingga buta fakta masih suatu kelaziman? Tentu saja tidak. Apabila cinta yang kita berikan telah dibalas pengkhiatan itu adalah tanda di mana kita harus berhenti. Berhenti mencintai suatu kebodohan, karena pengkhianatan merupakan suatu kebodohan akan kebohongan.
Dibohongi adalah kenyataan pahit yang kadang harus kita terima. Padahal segala yang terbaik telah kita berikan, namun terkadang masih belum cukup untuk seseorang.
Kepercayaan yang kita berikan ia rusak dengan mudah, membuat guratan luka di sekujur urat nadi. Merusak saraf-saraf di mata dan otak hingga menimbulkan banjirnya air mata. Kemudian kita mulai berpikir untuk memaafkan dan memulai kembali. Namun apakah akan sama seperti dulu lagi? Tentu saja tidak. Gelas yang pecah tidak dapat utuh kembali, diperbaiki pun tetap akan meninggalkan retak.
Namun otak dan hati kita sering sekali bertolak belakang. Tarik menarik ke kutub yang berlawan. Hati sakit tapi ingin memaafkan, namun otak keras menolak suatu pembodohan. Kemudian berdoa adalah satu-satunya jalan, memohon agar tidak larut dalam kebodohan, atau memohon agar cepat lapang.
Akhirnya kita dapat memutuskan bahwa larut dalam kebodohan adalah salah satu tindakan yang sia-sia, lebih baik memaafkan dan menghapus kenangan akan perasaan yang lalu, move on adalah jalan terbaik untuk kita yang patah akan pengkhianatan.
Maka dari itu, kita para wanita, jodoh merupakan cerminan diri. Apabila kita wanita baik, tentu saja Tuhan akan memberikan jodoh yang baik pula. Bila kita belum menemukan yang baik, tidak usah mencari namun menjadilah yang baik. Karena menjadi baik akan mendatangkan jodoh yang baik pula. Kemudian hati-hatilah dalam menaruh hati, jangan menggebu-gebu kenali saja lebih dekat, agar ketika terikat tidak ada lagi rentetan kisah dengan air mata. (ded/ded)
Loading...